Jelang perayaan tahun baru Cina
atau Imlek, Jakarta Good Guide mengadakan walking
tour yang bertema "China Town" di kawasan Glodok, Petak Sembilan.. Rute perjalanan kali ini diawali di Gedung
Candra Naya, lalu menuju Pasar di Jalan Pancoran, Vihara Dharma Bhakti, Gereja Katolik St.
Maria De Fatima, Vihara Dharma Jaya Toseibo, Tempat Kaligrafi Cina, Kedai Es
Kopi Tak Kie, dan berakhir di Gedung Olveh.
Seluruh peserta berkumpul di
Novotel Hotel Gajah Mada dan tepat jam 9 pagi, seluruh peserta dibagi dalam 2
kelompok yang masing-masing berjumlah kurang lebih 12 orang dengan dipimpin
oleh 1 orang tour guide. Tujuan
pertama yaitu Gedung Candra Naya yang lokasinya tepat berada di kawasan Novotel
Hotel. Karena gedung ini merupakan suatu gedung cagar budaya, jadi Gedung
Candra Naya tidak dihancurkan pada saat pembangunan hotel. Gedung Candra Naya
merupakan bekas rumah seorang mayor, Khouw Kim An yang hidup pada zaman
Pemerintah Kolonial Hindia Belanda sekitar tahun 1875-1945. Dari cerita Mba Rita,
tour guide kami, bangunan ini
dibangun pada tahun Kelinci Api yaitu tahun 1807 atau 1867 yang oleh Khow Tian Sek (kakek Khouw Kim An).
Gedung ini dibuat untuk salah satu anaknya, yaitu Khow Tjeng Tjoan yang memiliki
14 istri dan beberapa anak, yang kemudian diwariskan pada salah satu anaknya, Khow Kim
An. Khow Kim An diangkat sebagai mayor oleh Pemerintah Hindia Belanda yang
bertugas untuk mengurusi masyarakat Tionghoa, namun pada zaman Jepang, ia
diasingkan ke Cimahi hingga wafat.
Dari segi arsitektur, bangunan
ini memiliki ujung atap yang berornamen seperti burung walet. Model yang
menunjukan bahwa rumah ini merupakan rumah seorang bangsawan. Sama seperti
rumah Tionghoa lainnya, rumah ini juga memiliki ruang lapang pada bagian tengah
yang berfungsi untuk sirkulasi udara. Ada sesuatu yang khusus di bagian pintu,
yaitu benda berbentuk segi delapan yang melambangkan keberuntungan.
|
Gedung Candra Naya yang berada di kawasan Hotel Novotel Gajah Mada |
Setelah menelusuri gedung Candra
Naya, kami berjalan memasuki pasar glodok yang berada di wilayah Petak Sembilan yang pada saat itu banyak dijual
ornamen-ornamen imlek. Di dalam pasar yang berbentuk gang kecil, kami banyak
menemukan pakaian, teripang, sekba (jeroan babi), aneka kue basah, somay, dan
lain-lain.
|
Teripang laut yang banyak dijual di Pasar Glodok |
Setelah melewati pasar, kami tiba
di Vihara Dharma Bhakti. Karena menjelang Imlek, vihara ini ramai dipenuhi kaum
Tionghoa yang sedang sembahyang dan juga rombongan tur domestik dan
internasional.
Tour guide kami banyak
sekali menceritakan tentang asal muasal berdirinya vihara ini, filosofi
menerbangkan burung, hingga tragedi kebakaran yang menghanguskan sebagian
bangunan. Karena kebakaran yang begitu besar pada tahun 2015, maka lilin-lilin
besar yang tadinya berada di dalam, dipindahkan ke luar. Oleh karena itu, saat
perayaan malam Imlek ada banyak mobil pemadam api di sekitar vihara. Memasuki
vihara ini, kami melihat 3 orang yang sedang memilah dan mengepak hio. Hio yang
dipilah harus ganjil, mulai dari 3, 5, dan kelipatan bilangan ganjil lainnya.
Konon, semakin banyak hio yang dibakar semakin besar pula keinginan yang
terkabul.
|
Pintu gerbang Vihara Dharma Bhakti |
|
Suasana hikmat di dalam vihara |
|
Hio yang sedang dikemas untuk sembahyang menjelang Imlek |
|
Lilin besar yang dipindahkan keluar karena peristiwa kebakaran tahun 2015 |
|
Kondisi atap vihara yang hangus terbakar api |
Masih di deretan jalan yang sama,
kami mampir ke Gereja Katolik St. Maria De Fatima, gereja yang memiliki
bangunan budaya Tionghoa. Terlihat dari atap gereja yang berbentuk seperti
vihara, juga terdapat
moon gate di
samping kanan dan kiri altar.
|
Percampuran budaya Tionghoa yang terlihat dari atap gereja |
|
Gerbang bulan atau moon gate yang menjadi ciri khas ornamen Tionghoa |
Selesai kunjungan vihara, kami
diajak untuk membeli es kelapa jeruk yang mangkal di depan vihara. Harga es
kelapa jeruk hanya Rp10.000 saja, sedangkan es jeruk Rp7.000. Perjalanan belum
usai, kami meneruskan perjalanan menuju tempat kaligrafi tulisan Cina yang
ditulis sendiri oleh Koh Akwet di toko Sanjaya . Hanya sedikit orang yang
handal menulis kaligrafi ini, bahkan kata Koh Akwet anaknya sendiri pun tidak semahir
beliau. Karena beliau sangat sibuk sekali, kami pun hanya mampi sebentar dan
melanjutkan perjalanan kami. Di perjalanan,
tour guide kami menjunjukan bakpia
khas daerah glodok. Ada rasa keju, coklat, dan kacang hijau. Rasanya gurih
banget, saat digigit teksturnya langsung lumer di mulut. Harganya pun hanya Rp5.000
per buah.
|
Koh Akwet sedang menulis kaligrafi Cina |
|
Bakpia gurih dengan rasa keju, cokelat dan kacang hijau |
Kenyang makan bakpia dan minum
sisa-sisa es kelapa jeruk, kami lanjut jalan lagi menyebrangi jalan Pancoran dan
masuk ke Gang Gloria, gang yang jadi sumber kuliner halal dan tidak halal. Sempitnya gang dan banyaknya orang,
membuat kami harus sabar dan hati-hati dalam berjalan. Setelah berjalan kurang
lebih 100 meter, kami tiba di Es Kopi Tak Kie! Salah satu kopi
legend di Jakarta. Kedai ini tidak
pernah sepi dari pengunjung. Buka jam 7 pagi dan tutup jam 2 siang. Bahkan, jam
12 pun kadang sudah habis. Jadi, disarankan datang lebih pagi untuk bisa menyeruput kopi dan menikmati roti sarikaya di kedai ini. Beruntung kami mendapat tempat duduk dan segera
memesan es kopi andalannya. Rasanya memang enak! Campuran kopi dan susunya pas
banget. Selain es kopi, kalian juga bisa memesan kopi hitam dan teh tarik plus
roti sarikaya. Wajib ke sini lagi sih buat rasain teh tariknya.
|
Kopi legend yang ada di Glodok |
|
Suasana di dalam kedai Es Kopi Tak Kie |
|
Es kopi segar diminum siang hari |
Keluar dari gang, kami tiba di
jalan utama yang hanya beberapa meter dari Museum Mandiri. Mengakhiri tur kali
ini, kami berjalan menuju Gedung Olveh atau Sarasvati yang tepat berada di
samping Stasiun Kereta Api Kota. Ada yang unik dari gedung ini. Ada tangga turun
untuk menuju pintu Gedung Olveh. Bukan karena gedung ini berada beberapa
centimeter di bawah jalan aspal, tetapi karena jalannya yang meninggi. Kalian
juga bisa melihat bata-bata asli di dinding tangga yang dibangun pada zaman
pemerintahan Hindia Belanda lho. Di gedung ini juga terdapat kantor Sarasvati
dan Coffee Shop Semasa.
|
Burung-burung unik menyambut kedatangan kami di Gedung Olveh |
Perjalanan tur kami ditutup
dengan pengisian kuesioner tentang tur yang kami jalani tadi. Sambil
mengumpulkan kertas kuesioner yang telah diisi, kami juga memasukan tip untuk
tour guide kesayangan kami, Mba Rita
yang banyak memberikan informasi dan selalu menjawab pertanyaan-pertanyaan
kami. Perjalanan tur ini tidak dipatok harga, tetapi kita membayar sesuai
dengan kepuasan kita akan informasi dan pengalaman yang didapat. Seru kan. Next,
harus ikut tour Jakarta Good Guide lainnya nih.
|
Teman-teman walking tour "China Town" |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar